Senin, 17 Maret 2014

tugas pengelolan wilayah pesisir




MAKALAH
“PERMASALAHAN EKOSISTEM PESISIR”


Oleh :
KELOMPOK II




UNIVERSITAS SAMRATULANGI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
MANADO
2013

KATA PENGANTAR

            Segala puji dan syukur dipersembahkan kepada Tuhan, karena telah mengaruniakan hikmat dan kekuatan sehingga kelompok II dapat menyelesaikan penyusunan makalahini.
Makalah ini disusun  dengan maksud memberikan informasi tentang berbagai permasalahan dan penanggulangan ancaman pada kawasan pesisir.
Dalam penyusunan makalah ini kami kelompok II menghaturkan terima kasih kepada Dosenpengasuh mata kuliah Pengantar pengelolaan pesisir di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Samratulangi Manado yang telah membanti kami dalam penyelesaian penyusunan makalah ini sehingga dapat selesai dan dipersentasikan.
Kami menyadari keterbatasan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhirnya semoga makalah ini berguna bagi pihak yang membutuhkannya.





Manado,  Februari 2013


      Team Kelompok II















BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Indonesia terletak sangat strategis ,yaitu di daerah tropis, diapit oleh dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Hindia dan Pasifik). Letak yang strategis ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam khususnya pesisir. Wisata bahari, budi daya tambak, pertambangan dan pemukiman adalah beberapa contoh potensi ekonomi yang bernilai tinggi. Tak heran apabila daerah pesisir menjadi daya tarik bagi seluruh pihak untuk mengelola dan memanfaatkannya dari segi ekonomi maupun politikya. Delinom (2007:2) mendefinisikan, Daerah pesisir adalah jalur tanah darat/kering yang berdampingan dengan laut, dimana lingkungan dan tata guna lahan mempengaruhi secara langsung lingkungan ruang bagian laut, dan sebaliknya. Daerah pesisir adalah jalur yang membatasi daratan dengan laut atau danau dengan lebar bervariasi. Daerah ini selalu berkembang dengan pesatnya pembangunan yang dilakukan berbagai pihak. Pihak-pihak tersebut secara tidak langsung mengakibatkan kerusakan lingkungan karena aktivitas yang dilakukan di darat maupun di laut. Hal ini menjadikan ekosistem pesisir sebagai ekosistem yang rentan terhadap kerusakan dan perusakan baik alami maupun buatan. Penanggulangan atas permasalahan tersebut secara bijak dan tepat dapat mengurangi maupun mencegah kerusakan yang terjadi. Makalah ini menyajikan permasalahan pesisir yang diakibat oleh faktor alam maupun manusia beserta penanggulangannya yang tepat atas permasalahan yang dihadapi.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang dirumuskan dan dibahas dalam makalah ini adalah :
1.    Permasalahan apa saja yang terdapat di daerah pesisir?
2. Apa saja penyebab permasalahan pesisir?
3.   Bagaimana cara menanggulangi permasalahan pesisir yang terjadi?



 1.3 Tujuan
Tujuan makalah ini adalah :
1.    Mengetahui permasalahan yang terdapat di daerah pesisir.
2.    Mengetahui penyebab dari permasalahan yang terjadi di daerah pesisir.
3.    Mengetahui cara menangani permasalahan yang terjadi di daerah pesisir.

1.4 Manfaat
1.Makalah ini diharapkan dapat memberikan gambaran atas permasalahan pesisir dan penanggulangan yang tepat atas permasalahan yang terjadi.
2. Makalah ini dapat memberikan literatur mengenai permasalahan pesisir dan penanggulangan yang tepat bagi kalangan akademisi dan peneliti.
3.    Makalah ini dapat menambah wawasan dan memberikan inspirasi dalam penanggulangan atas permasalahan pesisir.
4.    Makalah ini dapat memberikan inspirasi atas kebijakan hukum dalam mengelola sumber daya pesisir secara lestari dan terpadu.









BAB II. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.  Permasalahan pesisir
Sumber daya pesisir memiliki produktifitas yang tinggi dalam pembangunan karena dapat meningkatkan devisa, lapangan kerja, pendapatan dan kesejahteraan penduduk. Banyaknya kegiatan yang dilakukan di daerah pesisir mengakibatkan daerah ini sangat rentan terhadap kerusakan dan pengrusakan. Menurut Hinrichsen(1997) dalam Idris(2001), “wilayah pesisir memiliki tingkat kepadatan penduduk dan intensitas pembangunan industri yang tinggi, sehingga lingkungan pesisir sering mendapat tekanan manusia yang tinggi”. Kerusakan sumber daya alam saat ini tidak terlepas dari perilaku manusia dalam memperlakukan alam. Perilaku manusia saat ini dipengaruhi oleh etika antroposentrisme dimana cara pandang manusia hanya melihat dari sudut prinsip etika terhadap manusia saja, baik dari sisi kebutuhannya maupun kepentingannya yang lebih tinggi dan terkadang sangat khusus dibandingkan dengan makhluk lain. Makhluk selain manusia dan benda lainnya hanya dianggap sebagai alat peningkat kesejahteraan manusia atau yang dikenal dengan prinsip instrumentalistik (Susilo 2008:61).

2.2 Penyebab Kerusakan Pesisir
Diposaptono (2001:8-14) membagi penyebab kerusakan pesisir menjadi dua, yaitu: kerusakan karena faktor alam dan kerusakan akibat antropogenik yakni;
2.2.1        Kerusakan karena Faktor Alam
Kerusakan yang diakibatkan oleh faktor alam adalah gempa, tsunami, badai, banjir, el-Nino, pemanasan, predator, erosi. Kerusakan yang diakibatkan oleh faktor alam dapat terjadi secara alami ataupun akibat campur tangan manusia hingga mengakibatkan bencana alam. Bencana alam berupa tsunami sering memakan korban yang tidak sedikit dan menimbulkan kerusakan di daerah pesisir akibat gelombang laut yang ditimbulkan oleh suatu gangguan impulsif yang terjadi pada medium laut. Masalah banjir di Indonesia lebih sering disebabkan oleh manusia. Contoh-contoh penyebabnya, yaitu: pengembangan kota yang tidak mampu atau tidak sempat membangun sarana drainase, adanya bangunan-bangunan liar di sungai, sampah yang dibuang di sungai, penggundulan di daerah hulu dan perkembangan kota di daerah hulu. Masalah erosi yang terjadi dapat pula disebabkan oleh proses alami, aktivitas manusia ataupun kombinasi keduanya.

2.2.2        Kerusakan Akibat Antropogenik
Perilaku manusia banyak dipengaruhi oleh etika antroposentrisme. Antroposentrisme ini merupakan simbol kerakusan manusia yang tidak hanya bersifat individual tetapi dapat bersifat kolektif. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan maka muncul indutrialisasi yang kini marak dilakukan. Manusia tidak hanya memanfaatkan alam sebatas keperluannya tetapi kini manusia telah memanfaatkannya melebihi yang dibutuhkannya. Hal ini berarti manusia mengeksploitasi alam dan lingkungan untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa berpikir panjang terhadap dampak yang akan terjadi. Dampak akibat aktivitas tersebut dapat merusak sumber daya alam khususnya dalam hal ini ekosistem pesisir.
Aktivitas manusia pun dapat menimbulkan pencemaran yang mengancam ekosistem. Pencemaran-pencemaran tersebut dapat menimbulkan kerusakan fisik yang fatal di daerah pesisir. Miller (2004) dalam Mukhtasor (2007:7),“pencemaran adalah sebarang penambahan pada udara, air dan tanah, atau makanan yang membahayakan kesehatan, ketahanan atau kegiatan manusia atau organisme hidup lainnya”. Undang-Undang No.23 Tahun 1997 dalam Mukhtasor (2007:7), “pencemaran adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan  oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tersebut tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya”. Hal ini berarti, pencemaran tidak hanya dapat merusak tatanan ekosistem pesisir tetapi juga dapat membahayakan kesehatan manusia serta dapat mematikan makhluk hidup yang memanfaatkan sumber daya pesisir yang telah tercemar tersebut. Beberapa contoh kejadian pencemaran pesisir dan laut dapat dilihat pada lampiran 1 (tabel 1.1).



Berdasarkan sumbernya, kerusakan yang disebabkan oleh antropogenik dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Darat
Daerah-daerah pesisir yang memiliki pencemaran tinggi adalah daerah industri, daerah yang padat penduduk dan pertanian. UNEP(1995) dalam Idris(2001), “sumber utama pencemaran pesisir dan lautan berasal dari daratan yang terdiri dari tiga jenis, yaitu dari kegiatan industri, kegiatan rumah tangga, dan kegiatan pertanian”. Kegiatan-kegiatan tersebut telah menyumbangkan limbah berupa limbah cair dan padat yang menimbulkan dampak serius pada daerah pesisir dan makhluk hidup sekitarnya.
Kegiatan rumah tangga seringkali menimbulkan limbah domestik berupa limbah cair dan padat. Limbah cair domestik dapat dibagi dibagi dalam dua kategori, yaitu: (1) limbah cair yang berasal dari air cucian seperti sabun, deterjen, minyak dan pestisida; (2) limbah cair yang berasal dari kakus seperti sabun, shampoo, tinja dan air seni.[2] Limbah cair mengandung bahan organik dan anorganik serta jutaan sel mikroba dan bakteri.
Pabrik-pabrik yang berada di sekitar pesisir pun menimbulkan pencemaran berupa limbah industri. Limbah industri tersebut mengandung unsur yang sangat beracun, seperti basa, logam berat dan bahan organik yang beracun. Menurut Diposaptono (2001:8-15), pencemaran oleh industri dapat disebabkan oleh  beberapa faktor, yaitu: perencanaan daerah industri yang tidak teratur, perencanaan tata kota yang kurang baik, dan tidak tersedianya fasilitas pengolah limbah pada daerah industri.
Limbah padat berupa sampah kebanyakan berasal dari rumah tangga. Pembuangan sampah ke laut sering menjadi alternatif penduduk karena pembuangan sampah di daratan dinilai tidak efektif dan munculnya anggapan membuang sedikit sampah tidak akan berpengaruh bagi lautan yang luas. Kebiasaan yang buruk tersebut menimbulkan berbagai pengaruh terhadap kehidupan laut. Sampah-sampah yang mengapung akan terdampar di pantai dan mengurangi keindahan laut serta menghalangi penetrasi cahaya matahari. Sedangkan sampah yang berat akan tenggelam ke dasar laut dan berpengaruh terhadap komunitas bentos (Mukhtasor 2007:137-142).


2. Laut
Aktivitas manusia yang dapat merusak ekosistem pesisir, yaitu: pengerukan sedimen dan pembuangan material hasil pengerukan, tumpahan minyak. Aktivitas tersebut menimbulkan pencemaran yang dapat merusak. Sumber pencemaran yang sangat besar berasal dari pengerukan sedimen yang terus menerus dan pembuangan material hasil pengerukan. Material hasil kerukan biasanya dibuang beberapa kilometer dari pantai sehingga menimbulkan efek pencemaran bagi kehidupan perairan sekitar. Selain itu, juga dapat menimbulkan turbiditas[3] yang mengancam bentik[4]. Hal ini berpengaruh bagi kehidupan perairan karena kebanyakan bahan kerukan diambil dari daerah pelabuhan yang biasanya telah tercemar (Mukhtasor 2007:170-187).
Tumpahan minyak ke laut dapat berasal dari berbagai sumber yang dapat dilihat pada lampiran 2 (Gambar 1.1.). Biasanya tumpahan minyak berasal dari tabrakan kapal tanker, atau dari proses yang disengaja seperti pencucian tangki balas. Peristiwa tumpahan minyak di perairan Indonesia pun sering terjadi, misalnya dalam kurun waktu 1997-2001 pada lampiran 1 (tabel 1.3). Tumpahan minyak tersebut merupakan sumber pencemaran yang sangat membahayakan karena dapat menurunkan kualitas air laut, baik karena efek langsung maupun efek jangka panjang. Efek jangka panjang yang ditimbulkan pada lingkungan laut berupa perubahan karakteristik populasi spesies laut atau struktur ekologi komunitas laut. Selain itu, tumpahan minyak dapat berdampak buruk terhadap kesejahteraan masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya di sektor perikanan dan budi daya (Mukhtasor 2007:234:249).








BAB III. PENANGGULANGAN PERMASALAHAN PESISIR

Penanggulangan kerusakan pesisir dilakukan untuk menangani permasalahan yang terjadi di daerah pesisir. Kegiatan penanggulangan ini dapat dilakukan dengan mitigasi[5], kegiatan preventif/pencegahan dan kegiatan pemulihan yang meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi (Diposaptono 2001:8-15).
3.1 Kegiatan Mitigasi
Kegiatan mitigasi dapat dilakukan untuk menangani permasalahan di daerah pesisir seperti penanggulangan pada kerusakan yang diakibatkan oleh faktor alam. Kegiatan penanggulangannya dengan menanam mangrove di wilayah pesisir yang rentan terhadap bencana tsunami atau erosi. Penanaman mangrove dapat berfungsi sebagai penghadang gempuran tsunami atau ombak, sehingga energi gelombang dapat diredam dan akan mengurangi dampak negatif berupa korban jiwa dan harta benda.
3.2 Kegiatan Preventif/Pencegahan
Kegiatan preventif/pencegahan adalah kegiatan yang berupa untuk mencegah terjadinya kerusakan. Kegiatan ini misalnya penerapan AMDAL[6] yang berupaya mencegah kerusakan pesisir. Pada masalah limbah domestik dapat dilakukan pengolahan sampah dan Gerakan Bersih Pantai dan Laut sedangkan limbah pemanfaatan ikan dapat diolah menjadi pakan ikan, terasi.
3.3 Kegiatan Pemulihan
Kegiatan pemulihan adalah kegiatan yang berupaya memulihkan keadaan yang telah mengalami kerusakan. Menurut Diposaptono (2001:8-15), kegiatan pemulihan dapat berupa restorasi, rehabilitasi maupun rekonstruksi. Berdasarkan hasil penelitian Suhardi (2001:2-1), pendekatan sedimen sel dapat diterapkan di Indonesia dalam menangani masalah erosi (tipe pantai terbuka) dan akresi (tipe pantai terlindung. Sedangkan pada kasus tumpahan minyak dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu: metode fisika/mekanis (penggunaan boom, absorben, dan skimmer[7]), metode kimia (penggunaan dispersan), metode biologi (bioremediation), dan dengan pembakaran.

BAB IV. KESIMPULAN

Daerah pesisir memiliki daya tarik dan potensi ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu, berbagai pihak berlomba-lomba untuk memanfaatkan dan mengelola daerah pesisir. Maraknya aktivitas yang dilakukan menjadikan ekosistem pesisir rentan terhadap kerusakan dan perusakan yang terjadi. Permasalahan yang terjadi disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor alam berupa bencana alam dan faktor antropogenik. Kerusakan yang dilakukan akibat ulah manusia dapat bersumber dari darat maupun laut. Sumber kerusakan yang berasal dari darat berupa limbah industri, limbah rumah tangga dan limbah pertanian. Sedangkan kerusakan yang berasal dari laut berupa pengerukan sedimen dan pembuangan material hasil pengerukan serta tumpahan minyak. Dampak negatif yang ditimbulkan tidak hanya merugikan lingkungan dan biota yang ada tetapi juga dapat membahayakan manusia itu sendiri. Penanggulangan atas permasalahan pesisir yang terjadi perlu dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan kegiatan mitigasi, kegiatan preventif/pencegahan dan kegiatan pemulihan.















DAFTAR PUSTAKA




















Lampiran 1
Tabel 1.1 Beberapa Contoh Kejadian Pencemaran Pesisir dan Laut Indonesia
Peristiwa dan lokasi
Waktu kejadian
keterangan
Super tanker Jepang “Showa Maru” seberat 237.698 ton kandas di Selat Singapura menumpahkan 7.000 ton minyak bumi (crude oil) yang mencemari pantai Indonesia, Singapura, dan Malaysia
6 Januari 1975
Kandasnya tanker ini merupakan pencemaran minyak terbesar yang terjadi di perairan Indonesia dan menyebabkan kerusakan ekologis lingkungan pantai yang parah (Sumber berita: Pewarta Oseana, tahun V, No.1,1979, LON LIPI, Jakarta)
Limbah organik berupa masuknya limbah rumah tangga, limbah industri, dan air ballast kapal di pelabuhan Tanjung Priuk. Selain itu, di Teluk Jakarta sering mengalami blooming alga beracun yang berakibat kematian missal ikan secara mendadak
Terjadi hampir sepanjang Tahun , tercatat sejak tahun 1972
Hal ini mengakibatkan perairan mengalami peningkatan kandungan nutrient sehingga mengakibatkan penurunan DO (Sumber berita: Suara Publik edisi November 2004)
Teluk ambon tercemar bakteri E. Coli akibat banyaknya masyarakat yang masih banyak membuang Samoah, kotoran binatang di tepi laut
Juli 1977
Penelitian dilakukan selama 2 tahun oleh puslitbang sumberdaya laut LIPI ambon (sumber berita ; Kompas, 26 juli 1997)
Sampah dari daratan jakarta, penggunaan potassium untuk mengambil ikan dan adanya pengerukan pasir liar di daerah kepulauan seribu
Terlalu hampir sepanjang tahun
Pemandangan pantai yang kotor dan tidak menarik, kerusakan terumbu karang dan hutan mangrove, serta abrasi pantai terjadi di kepulauan seribu ( sumber berita ; http://www.kompas.com
Pembuangan limbah talling di teluk Buyat, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara
Terjadi mulai tahun 1996, namun baru terekspos pada tahun 2004
Pencemaran logam berat        ( mercuri) mengakibatkan gangguan kesehatan pada masyarakat sekitar teluk Buyat (Sumber berita : Harian Kompas, 12 April 2004)













Tidak ada komentar:

Posting Komentar